Berjuta Bunga Doa dan Salam Untukmu

Kali ini, izinkan aku bercerita tentang seorang kawan. Tepatnya sahabat juang almamater. Gadis istimewa, yang kini sudah sempurna agamanya. Kerap kali, diawal pagi dan penghujung hari, aku dan dirinya berlomba berlama i’tikaf di masjid. Selepas shalat Isya juga mejelang Shubuh. Sosoknya yang sangat teramat ke-ibuan dan lembut, menginspirasi teman se-angkatan untuk memanggilnya dengan “Ummi”. 

Persahabatan yang terbilang saling diam. Kenapa? Sejujurnya gengsi aku sangat besar. Dia orang pertama di kelas dan almamater aku. kecerdasan yang dia miliki, hingga kerap kali membuat aku ghibthah dengannya.

Mudah sekali kau menghapal Al-quran  dan ujian selalu nyaris tidak ada cacat…”

Suatu senja, kau dan akupernah duduk di balkon samping kelas. Menunggu adzan Maghrib tiba, atau disela-sela waktu Ahad dan Sabtu. Masa itu adalah masa-masanya saling bertukar biodata. Ketika ku baca biodatamu kau tulis disitu, hobby : tilawah Al-Quran.  Aku terperangah. Masih melekat dibenak aku tentang hobi istimewamu. Dan sejak saat itu pula, selalu aku memata-mataimu. Dan memang benar, selalu aku jumpai kau tengah tenggelam dengan tilawahmu.

Senja itu, kau pernah berkata kepadaku. Bagaimana jika kita menjadi anak-anak selamanya? Atau, jika kita seperti burung. Katamu, lalu kita berbincang betapa bebasnya menjadi burung. Pergi kemana ia mua, bebas tanpa merasa ada beban. Lepas ke udara, langit luas. Mengepakkan sayap dan membentangnya betapa bangga. Juga gembira jiwa seorang anak. Berlari jika dia bahagia, menangis jika bersedih. Dan orantua yang akan menjadi obatnya. Jika ia minta, maka merengek, bahkan menangis meraung-raung. Bermain bersama teman-teman sebaya.  Dan kiranya, memang kita dapatkan jawaban dari pengandaian kita tahun-tahun ini. Ya! Kita menjadi anak-anak manja yang meminta ilmu juga kekuatan pada yang Kuat. Juga bebas seperti burung. Ya! Kita berusaha menyebarkan dengan terbang kedunia dakwah yang luas. Dengan bangga menyebutkan bahwa kita bagian dari peradaban. Itulah sayap yang kita kepakkan.

Dalam beberapa surat, kau sering sekali menulis, “I need an empty room. Give me an advice!”  Juga, kertas putih yang kau gambar pohon yang gugur hitam-putih. Bertulis, feel alone. Give me an empty room. Kau ingat? Kertasnya pun masih ada. Tertata rapi dalam boks dilemariku, sayangnya tidak ku bawa.

Nyatanya, kini kau sudah tidak lagi meminta ruang kosong itu. Atau menggambar pohon musim gugur itu. Betapa bahagianya, kala itu ku dengar ternyata kau dan dirinya berjodoh. Sungguh masa itu tiada sangka dan duga. Hanya ungkapan anak SMP yang masih labil. Mengejek dan menjodoh-jodohkan kalian. Yang sesama istimewa dan shalih. Urfa, kini kau miliki Ahsan Ibadurrahman sebagai ruangmu. Dimana kau bersandar padanya, dan dia pun bersandar padamu. Kau benar bagai burung, bebas menikmati luas indah dunia dalam ibadah kepada-Nya. Juga layaknya seorang anak kecil. Sesekali kau yang manja padanya, atau sebaliknya.

Selamat sahabatku….

168272_3133673277773_1782781148_n

 

Leave a comment