Kakakku, kulihat pemuda sebayamu
Sebayaku juga, dengan kaki telanjang, tunduk lesu
Berteriak mencekik sejalur Rab’ah,
Sebagian terbakar matahari, sebagian lagi
ditembaki
Kakakku, kudengar ribuan anak kecil bersamamu disana
memanggilku
ketika aku dan teman-temanku disini,
berbuka puasa dengan sepiring kurma
suaranya nyaring di bebukitan Sinai, bersahutan antara Sudan dan Libya
namun,
suaramu parau kak, bagaimana kabarmu?
Kulihat bumi Cairo pucat pasi, kakakku
Seperti wajah nenek-kakek terlantar
dipinggir jalan, tak terurus
Onggokan mayat syuhada disana-sini
Terbujur kaku dihantam peluru
Aku gelisah kakakku,
dari kejauhan samudera kupandang mereka
lama-lama
pemimpin yang memerintah dengan tertawa,
terbahak-bahak,
siapa mereka?
Manusia berserakkan,mereka biarkan ?
Aku terseok-seok kakakku,
Ku dengar bunyi dentuman di kotamu
Kak, suara paraumu hilang,
jaringan telepon putus
Kemana?
Kukira aku tak sanggup membendung
airmataku
biarkan aku panggil namamu kakakku, menyebutkan
pemuda-pemudi sebayamu, melaknat pemerintah tiran
dalam doaku
Bandung, Agustus 2013