Purnama, Bagaimana?

Entah untuk yang keberapa kalinya. Ia begitu sempurna. Mataku tak bisa beralih pandang. Kesekian kalinya, aku terpesona.

Kapan terakhir kali kau melihatnya? Menatapnya dalam-dalam? Menelisik hingga kedalaman jiwa, menyusuri aliran darah panas memerah karena amarah? Lalu, sekejap saja berubah. Hanya jika kau menatapnya. Kapankah?

Lalu, jika kiranya ia tak muncul di hadapanmu bagaimana? Apa mampu? Berdiri sendiri, mencari cahaya seperti  yang ia pantulkan padamu? Apa pantas kau menerima cahaya itu? Meredup jika kau sendiri, menjauh. Ia hanya memantulkan saja. Itu bukan milikinya.

Purnama. Kesekian kalinya aku jatuh hati. Seperti sempurna segalanya. Purnama, ku kira cahayamu dilihat di segala penjuru. Itu yang ku jatuh cinta padamu. Jika jarakku dengan mereka, orang tersayangku begitu jauh,  maka yang ku yakini adalah Purnama disini dan disana sama indahnya.

Purnama. Tahun ini dan bertahun lalu ku kira sama halnya. Purnama saat tanda kelahiran Sang Nabi paripurna. Purnama saat Ibrahim putra nabi wafat. Purnama saat “Iqra” turun ke ruh umat melalui sang Nabi. Pun Purnama saat pertemuan Khadijah dan Sang Nabi.

Katanya Purnama itu adalah saat Matahari berdekatan dengan bulan. Jika Matahari adalah cahaya terbesar dan terkuat, lalu cahaya bebintang berasal darinya maka Purnama pun begitu. Cahaya indah Purnama berasal darinya.  Ia memantulkan cahaya dari sang Matahari. Meski indah dan volume cahaya yang ia pantulkan begitu besar, maka semakin kecilah ukuran bulan. Benarkah?

Jika memang begitu, sungguh kuasa Dia. Jika Matahari adalah unsur cahaya terbesar dan terkuat, itu artinya cahaya-Nya melebihi Matahari. Jika cahaya Purnama yang mendekati Matahari menjadi seindah itu, maka jika ku dekati Dia, apa cahaya ku mampu melebihi Purnama? Seperti Purnama, semakin indah cahaya yang ia pantulkan maka ia semakin kecil. Lalu, jika aku mendekati-Nya, aku akan menjadi kecil? Ya! Menjadi kecil dihadapan-Nya.  Dan hakikatnya, memang hamba yang kecil. Tiada daya kecuali izin-Nya.

Semakin kau mendekati sumber cahaya kau akan semakin bercahaya. Seperti halnya Purnama-mu itu. Jika kelak suatu hari tak ditemui Purnama dalam malam-malam pertengahan bulan Islam, maka (ku harap) Purnama itu ada dalam jiwa.

Istanbul, akhir Purnama Dzulhijjah 1434 H

Leave a comment