Mungkin Ini Mengapa

Mungkin ini kali ya dek, sebab kenapa ibu-ibu kita seminggu sebelum hari bahagia, putri-putri mereka dipingit. Ya, di rumahlah. Gak diizinkan melakukan banyak hal… Haha..” kakak saya itu tertawa, sesaat setelah kami hilang jalan pulang.

Setengah jam menuju pukul 08.00 malam waktu Istanbul. Entah memang apa yang ibu-ibu Indonesia lakukan terhadap putri-putrinya adalah benar menurut saya kala itu. Bagaimana tidak dielakkan.

Sepekan sebelum tiba hari itu, i lost my focus. Dan ternyata itu menular. Sore itu, selepas saya tuntaskan target murajaah (melepas heyecan yang dirasa) bingung kepalang buta. “Malam ini apa yang akan saya gunakan? Gamis hitam? Atau bagaimana…?” Kalang kabut kala itu. Dalam sepekan hilang konsentrasi belajar. Apalagi hari itu. Meski siang hari, baru kawan-kawan sekelas baru saya kabari. Tetap saja, tak karuan. Hari dimana malamnya dilangsungkan serah terima dunia dan akhirat. Dari seorang ayah yang bijak, kepada pemuda yg dianggap oleh saya dapat membimbing saya, saya masih berkutat dengan buku dan debat-debat bahasa di kelas.

Sore yang mengejar waktu. Bak mengejar bulan dan bintang agar tak muncul dahulu hingga saya tiba di asrama dan siap dengan gaun terduduk menatap layar. Dari Istanbul daerah Asia lari dan berlari mengejar metro (kereta bawah tanah) menuju Marmaray (kereta bawah laut yang menghubungkan Asia dan Eropa Istanbul) untuk menuju kawasan perbelanjaan bernama Fatih. Hanya menghabiskan waktu 45 menit! Kau bayangkan! Pegal, berasa retak namun tak bisa diam. Harus berlari mengejar waktu. Dan mencari gaun putih sederhana. Bermodal uang beasiswa seadanya. Alhamdulillah… Putar-putar. Mondar-mandir daerah yang sama berkali-kali untuk mencari satu toko. Hingga akhirnya habislah waktu saju setengah jam. Padahal nyatanya, toko tersebut berkali-kali pula kami lewati.

Itulah… Mungkin  mengapa ibu-ibu Indonesia memingit putrinya sebelum hari bahagia?

Bak! Gaun sederhana nan imut sudah berada dalam keranjang putih bermerk toko tersebut. Tawar menawar? Oh ya jelas! Namanya juga pelajar asing. Calon istri, ya harus pintar menawar. Begitu mbak? Pulanglah bergegas menuju asrama dengan jalur transport yang sama, dengan cara yang sama, berlari. Lama-lama kaki justru berasa tidak mau diam.

Urung untuk beristirahat. Terus berlari, hingga akhir. Seketika lima menit saja diam, terasa patah keduanya. Lari ayo lari! Mengejar kereta Marmaray menuju stasiun Ayrılık Çeşmesi. Mengejar pintu otomatik agar memperlambat tertutup. Alhasil, terduduk tenang dalam kereta. Dengan napas tersengal-sengal. Berusaha tenangkan diri kami dengan tertawa dan tersenyum . Tak peduli apa kata orang didalamnya. Sesaat kami terperangah, karena kami salah stasiun. Ini semakin jauh! Bah! Ya.. Ini dia wanita. Jika tergesa, hilang semua konsentrasi dan kebenaran.

Mungkin ini pula sebab wanita sebelum menikah dipingit?

Leave a comment