Mendidik Al-Quran Sejak Dini

Anak adalah harta terbesar. Permata terindah dari jutaan kilauan hiasan. Tiada tergantikan apalagi diperjual belikan. Keemasan anak adalah buah pengorbanan oragtua.  Jiwa termahal, tak pantas ditukar tambah dengan jutaan bahkan triliunan sekalipun.

Risalah perjalanan mencari ilmu. Sejak usia dini hingga kini. Sebulan yang lalu, alhamdulillah Allah SWT beri kesempatan untuk saya mengikuti daurah quran di Desa Megamendung, Kota Bogor. Suasana yang sejuk dikelilingi hijaunya rerumputan dan ringikan jangkrik, turut bersama bertasbih bersama alam. Daurah Quran rencana awal selama satu bulan. Namun, kendala ada pada tim Masyaikh Khoirul Ajyaal. Masyaikh yang berasal dari berbagai macam negara yang dimayoritaskan oleh masyaikh dari Madinah dan Mesir.

Daurah pendidikan Al-quran untuk anak usia dini. Materi yang menarik. Full dengan Bahasa Arab. Meski pada awalnya saya sedikit canggung, sebab daurah ini dilaksanakan di sebuah yayasan Islamic Centre cabang Saudi. Yang mewajibkan kaum Hawa menggunakan cadar atau niqab . Finally, Saya patuhi.

Tentang pendidikan usia dini. Sebelum teknisi, beberapa waktu lalu Allah pertemukan untuk menimba ilmu dari tiga huffadz kecil. Bersama sang ayah Tabarak, Yazid, dan Zayyinah bercerita indahnya membentuk keluarga Qurani.

Usia yang masih sangatlah dini, tapi kalam-Nya sudah sangat tertanam di dalam qalbu mereka. Tabarak,  sang kakak mengkhatamkan Quran pada usia 4,5 tahun! MashaAllah!Tabarak pun termasuk generasi muda yang endapat penghargaan dari Al-Hay’ah Al-‘alamiyah lii Tahfiidzil Quran dengan riwayat Khalaf bin Hamzah. Satu persatu membacakan surat dengan riwayat Khalaf. Disusul dengan uji hafalan. Ayat demi ayat ditanyakan beserta halaman dan letaknya. Terkadang mereka keceplosan menjelaskan tafsirnya. Amazing!

Berhadapan dengan sang ayah, bagaimana proses mencetak kader qurani seperti mereka?

“Semua mengakui, usia dini anak 3-7 tahun adalah Golden Age. Masa-masa dimana potensi anak menjelit dengan segala macam karakter yang aka terbentuk. Sebab itu, salah besar jika kebanyakan orangtua beranggapan bahwa, masa kanak-kanak semestinya digunakan dengan banyak bermain. Itu pemahaman yang kurang tepat. Dini-nya anak semestinya kita, sebagai orangtua menanamkan benih-benih kebaikan. Boelh bermain, teta[i tak lupa pula tanamkan manfaat lebih banyka.”Paparnya.

“Tabarak, sejak usia tiga tahun, kami perdengarkan ayat-ayat Al-quran. Bahkan sebelum ia lahir. Intensitas murattal berperan penting. Karena anak-anak akan sering mengulang apa yang mereka dengar. Yang baik ataupun yang salah, akan mereka ulang. Terekam oleh akal dan terplementasi dalam lisannya. “

“Setiap hari saya bacakan berulang-ulang Juz ‘Amma. Dari An-naba hingga An-nas.  Karena lafadz Juz ‘Amma tergolong sangat mudah. Saya mengulang-ngulang meski Tabarak berlari-lari, bermain sesuka hatinya. “Jelasnya kembali.

“Memulainya dengan kalimat-kalimat/ayat-ayat yang relatif pendek.  Perdengarkan, sedikit demi sedikit mengajari huruf-hurufnya. Listening, dan begitu setiap hari. Setelah terlihat mampu, maka menghafal ayat tersebut. Peran seorang ibu lebih besar tentunya dalam perkembangan seorang anak. Dalm hal ini pula, yang lebih fokus adalah ibu. Setiap hari, ia mencatat perkembangan ayat demi ayat yang sudah di pelajari dan road mapping Tabarak. Dan malam harinya, ia selalu berdiskusi dengan saya.”

“Dalam hal ini, saya dan istri berupaya keras memberikan apresiasi yang besar untuk Tabarak. Setiap ia berhasil hafalkan satu surat, maka kami sediakan reward untuknya. Dan hal ini berpengaruh bagi seorang anak. Begitu seterusnya, sampai tamat satu juz. Setelah ia selesaikan satu surat hingga satu juz, perlahan saya yang jelaskan kandungan ayat tersebut. Menanamkan nilai-nilai islam padanya. Lalu perdengarkan padanya juz 30. Keesokan harinya, Tabarak bacakan juz 30. Kami siapkan reward kembali untuknya. Begitu seterusnya.  Hal utama dalam pendidikan  Tahfidzul Quran usia dini adalah pada pondasi juz yang dipilih. Juz 30 dan 29 adalah pondasinya.”

“Ini ibarat sebuah gedung tinggi. Butuh bangunan dengan pondasi yang kuat dan kokoh. Pondasi hafalan quran adalah pada juz 30 dan 29. Proses ini berulang terus pada Yazid  dan Zayyinah. Sekali lagi, seorang ibu berperan penting pada perkembangan anak. Istri saya pula-lah disini yang konsistensi menuliskan progres ketiganya. “

Lalu, apkah mereka tidak pernah mengeluh?

“ Kata siapa? Itu fitrahnya. Yang dewasa saja sangat sering mengeluh, apalagi anak kecil. Tentunya disini banyak pula godaannya. Pernah suatu kali ada yang mengakatan kepada saya dan istri,’ mereka masih kecil. Kasihan mereka’. Maka, ketika datang banyak gangguan berta’awudzlah. Tak jarang pula, banyak yang membanding-bandingkan dengan anak-anak lain. Positif atau negatif berta’awudzlah. “

Maka, disini saya ambil kesimpulan :

  1. Doa
  2. Peran seorang ibu mendidik anak-anaknya. Konsistensi hafalan Quran yang dicatat.
  3. Takhsis. Menyediakan waktu khusus untuk mereka
  4. Perdengarkan Al-quran

Cukup satu jam bagi anak-anak pemula. Dan jika sudah mahir, tambahkan-lah waktunya. Lalu bagaimana dengan fitrahnya mereka untuk bermain?

“ Kullu syay’in waqt..” Setiap sesuatu ada waktunya. Itu kata Zayyinah.

Waktunya main ya main. Waktunya baca Quran ya baca Quran..”Terkesima saya dibuatnya.

“Mengajarkan anak memanaj waktu mereka dan menenamkan tarabiyah tak kalah pentingnya dengan bermain.  Mentarbiyahi mereka sejak kecil. Tanpa mengurangi sifat kanak-kanaknya.” Terang sang ayah.

9428_160248354086_683803_a hafiz-cilik Tabarak-Yazid-dan-Zainab

Rabb, Tabarak 9 tahun, Yazid 7 tahun, Zayyinah 5 tahun. Ketiganya khatamkan hifdz Quran, Dini sekali usianya. Semoga terlahir seperti mereka dari rahimku..”doaku.

2 thoughts on “Mendidik Al-Quran Sejak Dini

Leave a comment